RSS

Rabu, 13 Maret 2019

Perjalananku Untuk Mengabdi Bagi Indonesia



Sebelum berbagi pengalaman terkait tes CPNS Kemenag 2018, sejenak izinkan diri ini memperkenalkan diri terlebih dahulu. Saya bernama Diniya asal Aceh baru saja menikah dengan lelaki berdarah Jawa dan lulus menyandang gelar Magister Pendidikan jurusan IPA di Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Studi yang diselesaikan selama 2 tahun itu didanai oleh beasiswa LPDP. Singkatnya, wisuda kelulusan diselenggarakan pada tanggal 10 Oktober
2018. Pada saat itu bertepatan dengan pendaftaran administrasi CPNS. Awalnya ingin fokus mengurus anak karena kondisinya saat ini saya sedang hamil anak pertama. Namun, suami memberikan restu dan dukungan penuh agar saya ikut CPNS tahun ini. Suami,   Lukman Supriadi, S.S, M.Hum, merupakan lulusan CPNS Kemenkumham tahun 2017 lalu.
Alasan suami yang notabene merupakan alumni penerima beasiswa LPDP mengatakan bahwa negara telah memberikan beasiswa selama dua tahun terakhir, maka bukankah lebih baik jika memberikan sesuatu seperti ilmu yang telah dipelajari selama studi sebagai bentuk pengabdian untuk negara ini. Selain itu, menebarkan ilmu yang bermanfaat juga merupakan salah satu dari 3 amalan jariyah. Selaras dengan hadis Rasulullah saw Jika manusia mati, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: (1) sedekah jariyah, (2) ilmu yang diambil manfaatnya, (3) anak shalih yang selalu didoakan orang tuanya. (HR. Muslim, no. 1631)
Pada tanggal 12 Oktober 2018 akun dan form pendaftaran online telah diselesaikan dengan baik dan rapi. Pada tanggal 15 Oktober 2018 berkas dikirimkan ke kampus tujuan yaitu UIN Suska Riau yang terletak di Pekanbaru Kota. Pada hari pengiriman berkas, ternyata pihak ekspedisi Pos Indonesia tidak mau menerima pengiriman berkas CPNS. Hal ini dikarenakan waktu penerimaan berkas hanya tersisa 2 hari. Pihak ekspedisi takut pengiriman tidak sampai ke tujuan dan akan berakibat gagalnya para pendaftar CPNS. Saya memutar otak untuk mencari cara agar dokumen bisa dikirim. Tiba-tiba terlintas di pikiran untuk mengirmkan via agen travel. Sambil mengucapkan Bismillah dan berpikir bahwa rejeki tak akan tertukar, saya memberikan dokumen pada agen travel untuk dikirim ke kampus UIN. Alhamdulillah, dokumen tiba dengan selamat meski kampus akan tutup 5 menit lagi.
Sebulan pun berlalu dan peserta yang lolos tahap selanjutnya telah diumumkan. Alhamdulillah saya lolos ke tahap SKD bersama 13 peserta lainnya. Bukanlah hal yang mudah selama perjalanan dari rumah menuju ke lokasi tes SKD. Pada saat itu saya sedang hamil anak pertama dan usia kandungan masih sangat belia yaitu 3 bulan. Pada hari Sabtu, saya dan suami yang bertempat tinggal di kabupaten Rokan Hilir  berangkat menuju Pekanbaru Kota, tempat pelaksanaan tes SKD, yang jika ditempuh perjalanan darat akan memakan waktu selama 7 jam. Adapun kondisi jalan aspal dari Ujung Tanjung ke Batu Enam rusak parah, jalan berlubang- lubang sehingga ketika di dalam mobil travel penuh guncangan. Guncangan yang bisa membahayakan kondisi janin saya. Ditambah lagi adanya tiga titik lokasi perbaikan jalan yang akhirnya akan menambah waktu perjalanan. Kondisi perjalanan seperti itu membuat saya muntah hebat di dalam mobil travel. Syukurlah pada saat itu suami menemani saya.
Tes SKD dilaksanakan pada hari Senin dan suami saya tidak dapat menemani karena harus harus kembali masuk kerja. Suami belum bisa mengambil cuti karena notabenenya suami masih berstatus CPNS. Pada hari Senin saya berangkat sendiri dengan menggunakan jasa Gojek sambil membawa tas jinjing berisikan baju. Ya, karena saya sudah tiba di hari Sabtu untuk berjaga-jaga agar stamina cukup fit pada hari Senin ketika tes. Tiba di Hotel Labersa, banyak orang melihat ke arah saya karena saya menjinjing tas seperti orang mau kabur dari rumah padahal hanya ikut tes CPNS. Pukul 10.00 wib, tes CAT SKD dimulai. Sebelum tes, saya menyempatkan diri untuk makan terlebih dahulu. Tentu hal itu saya lakukan karena saya harus tetap memperhatikan kondisi dan asupan bagi janin  saya. Saya pun sangat bersyukur karena selama pendaftaran ulang hingga menuju ruang tes panitia memberikan ‘hak khusus’ bagi  ibu  hamil.  Setelah  1  jam  30  menit,  hasil  tes  langsung  tertera  di  layar  komputer.


Alhamdulillah, saya satu-satunya yang lulus passing grade dari 13 pesaing di formasi umum
Pendidikan IPA.
Satu bulan berlalu, saya satu-satunya peserta yang masuk ke tahap SKB di formasi umum Pendidikan IPA. Sabtu malam saya dan suami tiba di Pekanbaru Kota dan Sabtu sore rasanya seperti disambar petir, saya mendapat kabar buruk dari keluarga di Aceh yaitu Ayah dan Ibu kandung saya mengalami kecelakaan. Ayah mengalami luka-luka berat dan adanya penggumpalan darah di bagian otak belakang sehingga Ayah harus segera menjalankan operasi pada hari Minggu pagi. Betapa sedihnya hati ini, saya tidak bisa pulang karena Senin saya harus mengikuti tes SKB. Jujur saja, saya tidak lagi belajar dan tidka mempersiapkan diri secara maksimal untuk tes. Pikiran saya hanya tertuju pada Ayah dan keluarga yang di Aceh.
Pada hari Rabu selesai tes SKB, saya menyiapkan segala keperluan untuk pulang dan suami sedang dalam perjalanan dari Rokan Hilir ke Kota Pekanbaru. Kamis pagi kami berangkat dari Bandara Sultan Syarif Kasim II menuju Bandara Sultan Iskandar Muda, Aceh. Ayah telah menyelesaikan operasi sejak hari Minggu namun hingga hari Kamis saya dan suami tiba, ayah masih dalam keadaan koma dan tidak sadar di ruang ICCU Rumah Sakit Zainal Abidin, Banda Aceh. Kondisi Ayah sangatlah parah, mata sebelah kanan rusak sedangkan mata kiri belum dapat dipastikan apakah masih normal atau tidak. Luka-luka di bagian wajah dan kiri-kanan tangan.
Assalamuaalaykum ayahku tersayang. Kami pulang menjenguk ayah dan ingin mengabarkan bahwasanya hanya saya yang lulus di tahap SKB dan insya Allah impian Ayah yaitu ingin saya menjadi Dosen PNS akan segera terwujud. Ayah cepat sadar, Ayah lihat adek sukses dulu ya, Ayah. Adek sangat ingin membanggakan dan membahagiakan ayah. Ingin membalas semua kasih sayang dan apa-apa yang telah ayah berikan.”. Terlihat di sudut mata ayah, ada air mata yang mengalir. Saya dan suami pun membacakan surah yasin. Berselang selama seminggu, Allah memanggil ayah saya ke sisi-Nya di malam Jum’at tepat 27 Desember
2018. Perasaan yang tak dapat saya gambarkan di penghujung tahun 2018, rasa sedih yang luar biasa mendalam karena Ayah telah tiada namun bahagia karena saya lulus menjadi CPNS Dosen jurusan Pendidikan IPA di Kampus UIN SUSKA Riau, Pekanbaru seperti impian Ayah saya.
Saya persembahkan pencapaian ini khusus untuk Ayah tercinta. Terima kasih saya ucapkan atas segala kasih sayang, cinta dan pengorbananmu, Ayah. Jika tanpamu, maka saya tak dapat menjadi sosok seperti sekarang ini. Maafkan saya yang belum sempat membalas semua yang telah engkau berikan pada saya. Kuucapkan pula rasa syukur yang tanpa henti pada Allah swt atas apa yang telah Dia berikan, tentu Allah adalah Sebaik-baiknya Pembuat Rencana kehidupan ini. Saya selipkan do’a dan Alfatihah untuk Ayahanda tercinta, almarhum Drs. Suharlan Djakfar. Semoga segala amal ibadah Ayah diterima oleh Allah swt. Tak lupa pula rasa terima kasih saya ucapkan atas ridho, do’a, semangat dan dukungan dari suamiku tercinta dan keluarga.


Karena sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan” (Q.S Al-Insyirah, ayat 5)

0 komentar: