RSS

Selasa, 29 Agustus 2017

Jangan Coba Menyulut Api

Bandung, 30 Agustus 2017

Akh, tidak terasa sudah di penguhujung bulan Agustus. Ternyata sudah akhir bulan ya? Kebanyakan orang akhir bulan merasa sedih. Tapi seperti kali ini tidak. Kenapa? Iya dong, awal September nanti bagi umat muslim akan merayakan Hari Raya Idul Adha. Wah, senangnya yaa.. Momen kembali berkumpul dengan keluarga. Tahun ini masih sama dengan tahun lalu. Idul Adha di tanah orang. Niatnya ingin pulang tapi kondisi badan sedang tidak memungkinkan. Jadinya keinginan untuk pulang diurungkan dulu. Tapi ya tidak masalah sih, toh di sini juga ramai yang tidak pulkam. Lagipula mungkin tahun depan lagi sudah tidak di sini. Just enjoy aja 😀

Well, pengen nulis sesuatu deh hari ini. Tulisan ini terinspirasi dari beberapa permasalahan yang beberapa hari ini terjadi. Aku pengen ngasi analogi sederhana. *ehem.
Para pembaca pasti tau ya apa itu 'api'? Iya, 'A.P.I'. Hanya terdiri dari tiga huruf saja kalau dilihat dari segi tulisan tapi jangan melihat dari sisi sains, entar panjang lebar deh penjelasannya hehe.

Nah, seperti yang kita tau, api itu ada yang nyalanya kecil dan ada yang besar. Saat api menyala kecil, tentu ia akan sangat bermanfaat. Contohnya sederhana saja, api yang kecil dapat membantu ibu kita memasak di dapur, api yang kecil dapat membantu ayah yang ingin menyalakan rokok, api yang kecil juga dapat digunakan sebagai penghangat bagi teman-teman kita yang tinggal di daerah musim dingin, api yang kecil juga berguna sebagai penerang di malam hari bagi teman-teman yang hobi camping, dan masih banyak lainnya manfaat nyala api yang kecil ini. Namun, hati-hati kalau nyala apinya sudah besar. Kenapa? Lihat saja, api yang menyala besar dapat menyebabkan kebakaran dan merugikan masyarakat hanya dalam waktu sekejap saja. Eits, tapi tungggu dulu. Api yang nyalanya besar tentu tidak serta merta hadir begitu saja. Pasti ada penyebabnya kan? Misalnya, rumah yang terbakar biasanya diakibatkan oleh adanya arus pendek atau seringkali kita melihat Ayah membakar sampah dengan nyala api yang kecil kemudian ditambahi dengan minyak lampu atau bensin. Sehingga nyala api langsung membesar.

Cerita di atas dapat kita analogikan ke dalam kehidupan pergaulan sehari-hari. Gimana sih maksudnya? Gini deh, anggaplah kita berperan sebagai 'api'. Pasti kalian pernah diajak dalam hal-hal kebaikan oleh teman-teman sekitar kalian kan? Bagaimana respon kalian? Tentu kalian akan dengan baik menanggapi ajakan yang baik. Selanjutnya, kalian akan melakukan hal baik tersebut. Teman yang mengajak kebaikan inilah yang kita anggap mereka sebagai penyala api. Meskipun nyala api kecil namun ia bisa bermanfaat banyak. kemudian bagaimana sih yang bisa dianggap api menyala besar? Sederhana saja, kita sudah tau si A tidak suka makan ikan. Tapi kita malah menawarinya ikan, mungkin di awal ia maasih dengan baik menanggapinya. Namun kita terus-menerus menawari si A untuk memakan ikan tersebut. Sampai akhirnya si A menjadi jengkel dan marah. Bahkan lebih parahnya lagi mungkin ia membanting piring yang berisikan ikan tersebut. Menurut para pembaca, kita harus marah juga dengan sikap si A atau tidak?

Menurut pandangan saya, si A tidak bersalah. Loh? Kok bisa? Bukannya dia sudah membanting piring yang berisikan ikan sambil marah-marah? Yuk, kita main detektif-detektifan. Hehe. Kita selidiki apa penyebab awal si A bisa bertingkah seperti itu. Di awal si A sudah memberi tahu kita bahwa ia tidak suka makan ikan. Kali pertama, si A sudah memaafkan kita dan tidak ambil pusing. Harapan si A tentu esok ketika mungkin makan bersama lagi, kita tidak menawarkan ikan. Ternyata, kita malah masih saja menawarkan ikan. Begitu sampai beberapa kali. A masih saja sabar merespon kita. Sehingga tiba lah suatu hari si A tidak tahan lagi. Ia pun membanting piring yang berisikan ikan sambil marah-marah. 

Kembali lagi ke analogi tadi, si A tidak akan tersulut amarah kalau kita tidak menawari A untuk makan ikan. Tapi kita masih saja terus-menerus menawarinya. Kita layaknya seperti bensin yang dituangkan ke api, si A. Wajar saja, si A menjadi marah besar bukan? Mungkin sebagian kita hanya melihat sisi sikap A begitu buruk karena ia membanting piring sambil marah-marah namun kita lupa melakukan flashback dan mencari tahu alasan mengapa si A bersikap begitu. 

Sangat sederhana. Kebanyakan kita melihat apa yang ada di depan kita tanpa melihat apa alasan di baliknya. Kebanyakan kita sudah tau apa yang membuat seseorang menjadi marah, namun masih saja memancing keadaan sehingga suasana menjadi panas. Mari kita sama-sama belajar bagaimana menghargai orang lain, memahami apa yang disukai dan tidak disukai oleh lawan bicara kita, tidak mengungkit hal-hal yang membuat suasana menjadi panas dan keruh, menyadari dan mencari tahu mengapa seseorang bersikap tidak baik. Bagaimana posisinya jika kita tanpa sadar yang menjadi penyulut api masalah? baiklah, berikut ini beberapa tips yang didapat dari hasil googling.

1. Say sorry atau meminta maaf. Hal ini adalah langkah pertama yang harus dilakukan. Tapi maaf saja tidak cukup loh. Kalau kata Jerry Yan yang berperan sebagai Thao Ming Tse di Meteor Garden, "Kalau minta maaf berguna, untuk apa ada polisi?" Benar juga yaaa, kalau emang minta maaf berguna, yang udah mencuri, menculik, korupsi, ya mereka minta maaf aja, udah selesai toh. ga perlu disidang atau sampe dipenjara. Berarti, itu tandanya maaf saja belum cukup loh.
2. Next, admit your mistakes atau mengakui kesalahan yang sudah diperbuat. Ini penting loh, jangan sampe udah minta maaf tapi malah gatau ngucapin maaf buat apa. Bisa gawat, besok mungkin malah mengulang kesalahan yang sama dan itu-itu terus. Cape' deh! Saat mengakui kesalahan jangan sampai malah merasa ga bersalah. What the hell!😈 Nyebelin banget ga sih orang yang begituan, udah tau salah eh malah berkilah. Lebih parah lagi, malah menyalahkan kita atau orang lain yang berbuat salah. Hmm.. *mikirberat
3. Tanyakan apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki kesalahan yang sudah diperbuat. Ini juga ga kalah penting loh. Balik lagi ke poin 1, maaf aja ga cukup. Coba tanyakan apa yang harus kita lakukan agar kita dimaafkan. Mungkin dia pengen ditraktir bakso Boedjangan. Wkwkwk. Suasana pasti bisa jadi cair deh.. Pada tahap ini, kebanyakan orang yang telah kita sakiti akan mengatakan "Iya, ke depannya, kamu jangan mengulangi kesalahan yang sama ya", atau "Iya, tobat ya jangan ngulang hal yang sama", atau "iya, aku maafin. jangan sampe terulang untuk yang ke dua atau ke tiga kalinya ya, plus traktir aku nonton dan makan ya. ehhehe". Kalau sudah begini pasti jadi akur.
4. Jangan malu mengakui kesalahan. Poin ini diinget ya, jangan malu mengakui kesalahan dan sebagai tambahan membujuk rayu orang yang sudah kita sakiti hatinya. Karena kuncinya, orang yang sakit hati kalau udah dirayu dengan manis pake gulali pasti langsung luluh. Iya, dia cuma mau yang berbuat salah itu ngaku. So simple. Tapi kebanyakan kita merajakan 'ego'. Beuh! kebanyakan sih cowok kali ya, mungkin karena udah nyadar kalau mereka punya hak dan derajat yang lebih tinggi dari cewek. Tapi, kalau namanya udah salah. Ya, emang ada yang salah gitu kalau cowok mengakui kesalahannya dan membujuk rayu pada orang yang disakitinya (note: dalam arti agar suasana menjadi baik, bukan merayu gombal ya. Lol) ?
5. Berjanji tidak mengulangi kesalahan. Setelah meminta maaf jangan lupa pula untuk berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Percuma mengucapkan "maaf" tapi malah eh besoknya melakukan lagi kesalahan yang sama pula. Duh, duh.. jadi ucapan maaf kemarin maknanya apa? Kalau begitu enak banget dong ya, habis ucapin maaf, eh berbuat lagi kesalahan yang sama. Begitu aja terus sampai kiamar. Weleh weleh.. Jadi baiknya itu adalah setelah meminta maaf berjanjilah untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. 

Noted: Jangan menyulut api, bahaya loh! Semoga bermanfaat.