RSS

Senin, 30 April 2018

Menikah Seperti Hitungan Matematika

Bandung, 3 April 2018

Ahhh.. Ternyata sudah sangat lama tidak menulis uneg-uneg di blog tercintah ini. Abisnya gatau sih mau nulis apa. Tapi sekarang  udah ada beberapa yang pengen ditulis. Salah satunya adalah tulisan kali ini. Tulisan ini terinspirasi saat perjalanan dari kosan ke sekolah penelitian tesisku. #Apaansih? Kayaknya gak ada hubungannya deh. Hahaha..

Well,
Menikah. Tentu bukan hal yang mudah, tapi juga bukan hal yang terlalu rumit. Aku menggambarkan kata "menikah" dengan sangat sederhana. Ada yang mau tau? Seperti hitungan pada operasi tambah. Ya, menikah itu seperti angka 1 ditambah 1 sama dengan 2. Secara matematis dapat dituliskan 1+1=2.
Sangat sederhana, bukan? Sederhana tapi punya makna mendalam menurutku. Kok bisa sih? Aku akan mencoba menguraikan apa maksudnya.

Menikah ⇒ 1+1=2
Ya, menikah sama artinya satu orang laki-laki dan satu orang perempuan yang kemudian hidup berdua bersama-sama selamanya. Namun ingat, angka 1 berubah menjadi angka 2. Itu artinya, jika dulu sebelum menikah, satu orang atau seorang perempuan dan satu orang atau seorang laki-laki hanya memikirkan dirinya sendiri. Namun ketika sudah menikah, maka tidak ada lagi yang hanya memikirkan dirinya sendiri, semuanya adalah berdua. Tentu hal ini tidak mudah. Berikut ini akan saya tunjukkan beberapa contoh sederhana dala kehidupan sehari berdasarkan observasi terhadap pasangan yang sudah menikah.

Contohnya saja, mungkin ketika dulu masih sendiri atau pada masa lanjang, seorang laki-laki yang sudah bekerja dan berpenghasilan 5juta setiap bulannya akan merasa sangat cukup. Bahkan mungkin, sangat cukup untuk berfoya-foya dan membeli barang branded di mall. Tapi, ketika menikah mungkin penghasilan 5juta rupiah tersebut belum mencukupi karena si laki-laki harus membiayai kebutuhan pasangannya atau sebut saja, istri. Apakah para laki-laki sudah siap dengan semua itu?  Apakah para laki-laki sebagai suami sudah siap berbagi uang dari hasil keringatnya hanya untuk istri dan anak-anaknya? Apakah para laki-laki sudah baik ibadahnya? Karena ketika nanti dirimu menjadi suami maka tanggung jawabmu sesungguhnya adalah amat besar. Duhai para laki-laki calon suami, kelak jika engkau menikah maka engkau akan menggantikan posisi ayah dan ibu si perempuan yang akan menjadi istrimu. Sudah siapkah engkau menjaga anak perempuannya dan menggantikan posisi orang tuanya?Aku cuma pengen mengajak para laki-laki untuk sedikit berpikir. Peran menggantikan kewajiban dan tanggung jawab orang tua dari si perempuan yang merupakan istrimu bukan hanya memenuhi nafkahnya dan kebutuhannya saja secara materiil, tapi seluruh nafkah lahir batin. Dulu ketika perempuan itu belum menjadi istrimu, saat ia sakit maka si orang tua perempuan tersebut merawatnya dengan penuh kasih sayang dan memenuhi segala kebutuhannya pada saat sakit. Kemudian menurut kalian para laki-laki, apakah kalian sudah dikatakan sebagai suami yang patut ditaati jika istri sedang sakit malah tak kau pedulikan, tak kau rawat malah kau cuekin saja?? TENTU TIDAK! Seorang istri akan sangat senang jika suaminya memperhatikan dirinya secara lebih saat ia sedang sakit dan membutuhkan sandaran. Apakah kalian para laki-laki sudah siap menyisihkan waktu istirahat kalian untuk merawat istri yang sedang sakit? Apakah kalian para laki-laki sudah siap menyisihkan waktu istirahat kalian hanya untuk mendengarkan keluh kesah istrimu? Apalagi jika suatu saat nanti, kedua orang tua perempuan tersebut telah tiada. Maka hanya engkaulah, duhai lelaki yang menjadi suami, tempat si perempuan itu mengadu dan berkeluh kesah. Bukankah dulu sebelum engkau menjadi sandaran perempuan tersebut, orang tuanya lah tempat ia mengadu, orang tuanya lah tempat ia berkeluh kesah. Orang tua si perempuan menerima apa adanya dengan keadaan anak perempuannya, menegur dengan kasih sayang jika anak perempuannya berbuat salah. Lantas, apakah kamu para suami pantas menuntut ini dan itu kepada perempuan itu yang sekarang menjadi istrimu? Lantas, apakah kamu para suami pantas memarahi perempuan itu yang sekarang menjadi istrimu? Sungguh kamu sangat tega jika kamu memperlakukan tidak lebih baik dari orang tua si perempuan tersebut. Lantas, kenapa kamu memutuskan untuk menikah? Hanya karena hubungan seksual yang tak dapat kau tahan lagi? Jangan, saranku jangan engkau menikah hanya karena itu. Pikirkanlah secara matang, karena ketika kau menikah, kau bukan lagi satu tapi kau adalah dua dengan seorang  istrimu. Kau harus membuang egomu dan berani meminta maaf. Duhai para lelaki kalian harus tau bahwa ketika menikah, kalianlah yang menjadi sandaran istri kalian. Kalian lah yang menjadi pengganti orang tua istrimu itu. Jikalau kau adalah lelaki yang baik dan bertanggung jawab maka kau akan sadar dengan peranmu yang sesungguhnya. Peranmu bukan saja menjadi suami, namun juga pelindung sama halnya seperti Ayah si istri yang melindungi anaknya. Peranmu bukan saja menjadi suami, tapi juga seperti Ibu si istri saat istri sedang sakit. Betapa ia membutuhkan kasih sayang seorang ibu, namun engkaulah para suami pengganti ibu sitrimu itu. Pernahkah kamu melihat betapa sabar sang ibu menjaga anaknya? Begitulah harusnya kalian para lelaki yang dengan sabar dan memberikan kasih sayang yang lebih saat anaknya sakit layaknya seorang Ibu. Mungkin memang tidak mungkin akan sempurna namun setidaknya engkau telah mencoba.

Kasus lain lagi, mungkin pada saat masa lajang, seorang perempuan yang ingin bepergian kemana saja ya langsung pergi saja. Tapi ingat, ketika sudah menikah maka ia harus meminta izin sang suami untuk keluar dari rumah. Jangan langsung keluar tanpa seizin suami. Logika yang sangat indah. Mengapa seorang perempuan yang sudah menikah tak boleh sering keluar rumah dan tak boleh tanpa izin suami? karena ditakutkan melakukan kegiatan gosip yang berujung pada membuka aib keluarga. Yang lebih ditakutkan lagi adalah membuka aib suaminya sendiri. Nah loh... Ingat, sekrang kamu udah engga sendiri lagi, seorang perempuan punya tanggung jawab di rumah yaitu mengurus suami. Kamu ga hidup sendiri lagi, ada yang harus diurusi di rumah. Nah, sekrang pertanyaan bagi kaum perempuan. Sudah siapkah kalian mengambil tanggung jawab tersebut? Ya kalau belum, jangan menikah dulu. Belum tentu suamimu akan memahami sifatmu, belum tentu suamimu akan menerima keadaanmu dulu yang suka jalan-jalan dengan bebas. Beruntung bisa mendapat suami yang paham kondisi kamu, duhai perempuan. Tapi apakah mungkin setiap saat dipahami terus? Tentu ada kewajiban kamu yang harus kamu penuhi. Kasihan kalau suamimu terus-terusan yang memahami kamu. Tentu kamu harus juga memahami suami. Nah kalau begini kan indah.

Maka konsep yang diingat adalah sekarang kamu bukan 1 lagi tapi 2. Ada banyak ego dan harga diri yang terkadang harus dibuang jauh agar hubungan tetap harmonis.

0 komentar: