Sebelum berbagi pengalaman terkait tes CPNS Kemenag 2018,
sejenak izinkan diri ini memperkenalkan diri terlebih dahulu. Saya bernama Diniya asal Aceh baru saja menikah
dengan lelaki berdarah Jawa dan lulus menyandang gelar
Magister
Pendidikan jurusan IPA di
Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung. Studi yang diselesaikan selama 2 tahun itu didanai
oleh beasiswa LPDP. Singkatnya, wisuda kelulusan diselenggarakan pada tanggal 10 Oktober
2018. Pada
saat itu bertepatan
dengan pendaftaran administrasi CPNS. Awalnya ingin fokus
mengurus anak karena kondisinya saat ini saya sedang hamil anak pertama. Namun, suami memberikan restu dan dukungan penuh agar saya ikut CPNS tahun ini. Suami, Lukman
Supriadi, S.S, M.Hum, merupakan lulusan CPNS Kemenkumham tahun 2017
lalu.
Alasan suami yang
notabene merupakan alumni penerima beasiswa LPDP mengatakan
bahwa negara telah memberikan beasiswa selama dua tahun terakhir, maka bukankah lebih
baik jika memberikan sesuatu seperti ilmu yang telah dipelajari selama
studi sebagai bentuk pengabdian untuk negara ini. Selain itu, menebarkan ilmu yang bermanfaat juga merupakan
salah satu dari 3 amalan jariyah. Selaras dengan hadis Rasulullah saw “Jika manusia mati, maka
terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: (1) sedekah jariyah, (2) ilmu yang diambil manfaatnya, (3) anak
shalih yang
selalu didoakan orang tuanya.” (HR.
Muslim,
no. 1631)
Pada
tanggal 12 Oktober 2018
akun dan form pendaftaran online telah diselesaikan
dengan baik dan rapi. Pada tanggal 15 Oktober 2018 berkas dikirimkan ke kampus tujuan yaitu
UIN Suska Riau yang terletak di Pekanbaru Kota. Pada hari pengiriman berkas, ternyata pihak ekspedisi Pos Indonesia tidak mau menerima
pengiriman
berkas CPNS. Hal ini dikarenakan
waktu penerimaan berkas hanya tersisa
2 hari.
Pihak ekspedisi takut pengiriman tidak sampai ke
tujuan dan akan berakibat gagalnya para pendaftar CPNS. Saya memutar otak untuk mencari cara agar dokumen
bisa dikirim. Tiba-tiba terlintas di pikiran untuk
mengirmkan via agen
travel. Sambil mengucapkan Bismillah dan berpikir bahwa
rejeki tak akan tertukar, saya memberikan dokumen pada
agen travel untuk dikirim ke
kampus UIN. Alhamdulillah,
dokumen tiba dengan selamat
meski kampus akan tutup
5 menit lagi.
Sebulan pun berlalu dan peserta yang lolos tahap selanjutnya telah diumumkan. Alhamdulillah saya lolos ke tahap SKD bersama 13 peserta lainnya. Bukanlah hal
yang mudah
selama perjalanan dari rumah menuju
ke lokasi tes SKD. Pada saat itu saya sedang hamil anak pertama dan usia kandungan masih sangat belia yaitu 3 bulan.
Pada hari Sabtu, saya dan suami
yang bertempat tinggal di kabupaten Rokan Hilir berangkat menuju Pekanbaru Kota, tempat
pelaksanaan tes SKD, yang jika ditempuh perjalanan darat akan memakan waktu selama 7 jam.
Adapun kondisi jalan aspal dari Ujung
Tanjung ke Batu Enam rusak parah, jalan berlubang-
lubang sehingga ketika di dalam mobil travel penuh guncangan. Guncangan yang bisa
membahayakan kondisi janin saya. Ditambah lagi adanya tiga titik lokasi perbaikan jalan yang
akhirnya akan menambah waktu perjalanan. Kondisi perjalanan
seperti itu membuat saya muntah hebat di dalam
mobil travel. Syukurlah pada saat itu
suami menemani saya.
Tes SKD
dilaksanakan pada hari Senin dan suami saya tidak dapat menemani karena harus harus kembali masuk kerja. Suami belum bisa mengambil cuti karena notabenenya suami
masih berstatus CPNS. Pada hari
Senin saya
berangkat sendiri dengan menggunakan jasa
Gojek sambil membawa tas jinjing berisikan baju. Ya, karena saya sudah tiba di hari Sabtu untuk berjaga-jaga agar stamina cukup fit pada hari Senin ketika tes. Tiba
di Hotel Labersa, banyak orang melihat
ke arah saya karena saya menjinjing
tas seperti orang mau kabur dari
rumah padahal hanya
ikut
tes CPNS. Pukul 10.00 wib, tes
CAT SKD dimulai. Sebelum tes,
saya menyempatkan diri untuk makan terlebih dahulu. Tentu hal itu saya lakukan karena saya
harus tetap memperhatikan kondisi dan asupan bagi janin saya. Saya pun sangat bersyukur karena selama pendaftaran ulang
hingga menuju ruang
tes panitia memberikan ‘hak khusus’
bagi
ibu
hamil. Setelah
1
jam
30
menit,
hasil tes langsung
tertera
di
layar komputer.
Alhamdulillah, saya satu-satunya yang lulus passing grade dari 13 pesaing di formasi umum
Pendidikan IPA.
Satu bulan berlalu, saya satu-satunya peserta yang masuk ke tahap SKB di formasi umum
Pendidikan IPA. Sabtu malam saya dan suami tiba di Pekanbaru Kota dan Sabtu sore rasanya
seperti disambar
petir, saya mendapat kabar
buruk dari keluarga
di Aceh yaitu Ayah dan Ibu
kandung saya mengalami kecelakaan.
Ayah mengalami luka-luka berat
dan
adanya penggumpalan darah di bagian otak belakang sehingga Ayah harus segera menjalankan operasi
pada hari Minggu pagi. Betapa sedihnya
hati ini, saya tidak bisa pulang karena Senin saya harus mengikuti tes SKB. Jujur saja, saya tidak lagi belajar dan tidka mempersiapkan diri
secara maksimal untuk
tes.
Pikiran saya hanya tertuju pada
Ayah dan
keluarga yang di
Aceh.
Pada
hari Rabu selesai tes SKB, saya menyiapkan segala keperluan untuk pulang dan
suami sedang dalam perjalanan dari Rokan Hilir ke Kota Pekanbaru. Kamis pagi kami berangkat dari Bandara Sultan Syarif Kasim II menuju Bandara Sultan Iskandar Muda, Aceh.
Ayah telah menyelesaikan operasi sejak hari Minggu namun hingga
hari Kamis saya dan suami
tiba, ayah masih dalam keadaan koma dan tidak sadar di ruang ICCU
Rumah Sakit Zainal
Abidin, Banda Aceh. Kondisi Ayah sangatlah parah, mata sebelah kanan rusak sedangkan mata
kiri belum dapat dipastikan apakah masih
normal atau tidak. Luka-luka di
bagian wajah dan kiri-kanan
tangan.
“Assalamua’alaykum ayahku tersayang. Kami pulang menjenguk ayah dan ingin
mengabarkan bahwasanya hanya saya yang lulus di tahap SKB dan insya Allah impian Ayah yaitu ingin saya menjadi Dosen PNS akan segera terwujud. Ayah cepat sadar, Ayah lihat adek sukses dulu ya, Ayah. Adek sangat ingin membanggakan dan membahagiakan ayah. Ingin membalas semua kasih sayang dan apa-apa yang telah ayah berikan.”. Terlihat di sudut mata ayah, ada
air
mata yang mengalir. Saya
dan suami pun membacakan surah yasin. Berselang
selama seminggu, Allah
memanggil ayah saya ke sisi-Nya di malam Jum’at tepat 27 Desember
2018. Perasaan yang tak dapat saya gambarkan di penghujung tahun 2018, rasa sedih yang luar biasa mendalam karena Ayah telah tiada namun bahagia karena saya lulus menjadi CPNS Dosen jurusan Pendidikan IPA di Kampus UIN SUSKA Riau, Pekanbaru seperti impian Ayah
saya.
Saya persembahkan pencapaian ini khusus untuk Ayah tercinta. Terima kasih saya ucapkan atas segala kasih sayang, cinta
dan
pengorbananmu, Ayah. Jika tanpamu, maka saya tak dapat menjadi sosok seperti sekarang ini. Maafkan saya yang belum sempat membalas
semua yang telah engkau berikan pada saya. Kuucapkan pula rasa syukur yang tanpa henti pada Allah
swt atas apa yang telah Dia berikan, tentu Allah adalah Sebaik-baiknya Pembuat Rencana
kehidupan ini. Saya selipkan do’a dan Alfatihah untuk Ayahanda
tercinta, almarhum Drs.
Suharlan Djakfar. Semoga segala amal ibadah Ayah diterima oleh Allah swt. Tak lupa pula rasa terima kasih saya ucapkan atas ridho, do’a, semangat dan dukungan dari suamiku tercinta
dan keluarga.
“Karena sesungguhnya bersama
setiap
kesulitan ada kemudahan” (Q.S
Al-Insyirah, ayat
5)
0 komentar:
Posting Komentar